A. Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang
terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan
beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum maka secara teoritis agak
sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Namun,
pemahaman konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah penting adanya.
Dalam kosa kata Arab, istilah
kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan
terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupannya (Al-Syaibany, 1997:
478).
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “jarak yang ditempuh”. Semula dipakai dalam dunia olahraga. Pada saat
itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari
mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.
Menurut Dr. Wina Sanjaya M.Pd,
kurikulum yaitu sebagai pengalaman belajar mengandung makna bahwa kurikulum
adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik diluar maupun di dalam
sekolah asal kegiatan tersebut berasa di bawah tanggung jawab guru (sekolah).
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala
pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi
oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Secara tradisional, pada Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum
berkembang dan dipakai dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran
yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian
ini termasuk juga dalam pandangan klasik, dimana disini lebih ditekankan bahwa
kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah yang mencakup
pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah
kurikulum.
Pengertian tradisional ini telah diterapkan
dalam penyusunan kurikulum seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran
Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata
pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
Dalam arti kontemporer, “kurikulum”
diartikan secara lebih luas, karena kurikulum tidak lagi menekankan pada daftar
isi materi rencana pelajaran yang memiliki topik-topik yang telah disusun, tapi
lebih menekankan kepada pengalaman-pengalaman proses belajar mengajar yang
dapat diberikan kepada para murid dalam konteks dimana murid-murid berada.
B. Peran Fungsi Kurikulum
Ada beberapa peran dan fungsi dalam
kurikulum, diantaranya :
Ø Peran Kurikulum :
1. Peran Konservatif, melestarikan berbagai nilai budaya
sebagai warisan masa lalu.
2. Peran
Kreatif, mengandung
hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap
potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial
yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
3. Peran
Kritis dan Evaluatif, menyeleksi
nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan dan nilai budaya mana yang harus
diubah anak didik.
Ø Fungsi Kurikulum :
Dilihat
dari cakupan, tujuan, dan isi, kurikulum mempunyai 4 fungsi yaitu :
- Fungsi
Pendidikan Umum,
untuk mempersiapkan anak didik agar menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab
- Fungsi
Suplementasi,
memberikan pelayanan terhadap semua perbedaan kemampuan, minat, dan bakat
siswa.
- Fungsi Eksplorasi, menemukan dan mengembangakan
minat dan bakat siswa
- Fungsi Keahlian, mengembangkan kemampuan anak
sesuai dengan keahlian yang didasarkan pada minat dan bakat siswa.
C. Landasan Pengembangan Kurikulum
Wina
Sanjaya (2008: 39) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum,
yaitu : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas.
Prinsip tersebut juga diajukan oleh Abdullah idi (2007: 179-182) dan Asep Herry
Hernawan dkk (dalam Rahmat 2009: 22).
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Belajar adalah perubahan
yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari
pengalaman atau latihan yang diperkuat. Pembahasan kali ini ialah belajar yang
terdapat pada ruanglingkup pendidikan formal, yang mana perubahan prilaku yang
dimaksud iaalah merupakan akibat pengalaman peserta didik selama berada dalam
suatu jenjang pendidikan formal yang ditempuh.
Berikut ini
beberapa landasan dalam pengembangan kurikulum yaitu :
Ø Landasan Filosofis Kurikulum
Landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil
berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum
sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di
sekolah.
Ø Landasan Psikologis
Penerapan landasan psikologi dalam
pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat
menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian
dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari
unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Ø Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul
manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi
justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.
Ø Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)
Pendidikan merupakan usaha
menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan
yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di
masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah
dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan
teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Ø Landasan Historis
Landasan Historis berkaitan dengan
formulasi program-program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai
sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson,
1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada
suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada
waktu tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada
saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah
kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya, kita perlu
mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu mengembangkan kurikulum
di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh
terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.
Ø Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah
produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri Pendidikan Nasional
RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh
lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan
demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945
(pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU
tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari
Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan
daerah dan sebagainya.
D. Pengorganisasian Kurikulum
Mata pelajaran-mata pelajaran
disusun sedemikian rupa secara logis dan sistematis, sehingga siswa dapat mempelajarinya
dengan baik. Akibat dari penggunaan bentuk kurikulum semacam ini adalah jika
muncul suatu cabang baru dalam ilmu pengetahuan, maka mata pelajaran-mata
pelajaran menjadi berubah.
Mata pelajaran-mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah, digolongkan ke dalam mata pelajaran yang diutamakan dan
tidak diutamakan. Hal ini dibuat berdasarkan pada nilai suatu mata pelajaran
yang berfungsi untuk mendisiplinkan mental. Dengan demikian mata pelajaran-mata
pelajaran yang termasuk kategori sulit, seperti matematika sangat diutamakan
dibandingkan dengan yang lain.
Essensi dari organisasi kurikulum
semacam ini adalah bahwa ia mengikuti disiplin yang baik dan logis. Dengan
demikian baik materi pembelajaran maupun pengalaman belajar yang diperoleh,
bersifat terpisah-pisah. Adapun isi dari setiap mata pelajaran ditentukan oleh
ahli-ahli mata pelajaran masing-masing.
Guru dalam hal ini berfungsi untuk
mencari cara, bagaimana agar siswa dapat menguasai mata pelajaran dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang paling tepat untuk digunakan
adalah metode exposisi yakni penyampaian materi pembelajaran. Untuk itu sumber
utama yang patut dan paling penting dalam belajar adalah buku teks siswa.
Dengan demikian siswa dapat
menghimpun sebanyak mungkin ilmu pengetahuan secara efektif dan ekonomis. Pada
saat dibutuhkan ia dapat menggunakan pengetahuan itu. Di samping itu, dengan
mempelajari mata pelajaran seseorang dapat mengikuti suatu disiplin ilmu
pengetahuan tertentu, juga terlatih untuk menggunakan sistem berfikir tertentu.
Dengan demikian kekuatan intelektualnya berkembang.
Manfaat praktis lain adalah karena
bentuk kurikulum ini sudah lama digunakan, maka pada umumnya banyak perguruan
tinggi menetapkan syarat masuk berdasarkan kemampuan dalam mata pelajaran. Juga
pada umumnya guru sudah terbiasa dan terdidik dalam mata pelajaran-mata
pelajaran terpisah-pisah. Dengan demikian separated subject dipandang lebih
mudah dilaksanakan.
Di samping mempunyai berbagai
keunggulan, terdapat pula berbagai kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol yakni
karena kurikulum terdiri dari mata pelajaran terpisah-pisah, tidak dapat
mengembangkan kemampuan berfikir aktif dan terpadu. Materi/isi kurikulum
merupakan warisan kebudayaan masa lampau, bukan masalah-masalah yang dihadapi
pada situasi sekarang.
Ini menyebabkan tidak
diperhatikannya prinsip psikologis yaitu minat dan motivasi. Sehingga materi
pembelajaran yang dipelajari sering kali mudah dilupakan, juga tidak sesuai
dengan kondisi yang dihadapi dan dibutuhkan siswa. Baik kurikulum yang
dikorelasikan maupun broad field sebenarnya mempunyai prinsip yang sama dengan
separated subject.
Karena
ketiganya masih mempunyai mata pelajaran-mata pelajaran. Sehingga organisasi
materi pembelajaran terpusat pada mata pelajaran-mata pelajaran. Perbedaan
terletak pada ruang lingkup dan cara mengorganisasi materi pembelajaran
itudalam matapelajaran. Pada separated subject materi pembelajaran dikelompokan
pada mata pelajaran yang sempit, sehingga banyaklah jenis mata pelajaran, dan
menjadi sempit ruang lingkup setiap mata pelajaran. Sedangkan pada correlated
dan broadfzeld mata pelajaran-mata pelajaran dihubungkan antara satu dengan
yang lain, sehingga ruang lingkupnya menjadi lebih luas. Bahkan pada broad
field, oleh karena mata pelajaran-mata pelajaran sejenis dilebur menjadi satu
mata pelajaran, akan lebih memperkecil jumlah mata pelajaran dan lebih
memperhuas lagi ruang lingkup tiap mata pelajaran.
Ø Correlated curriculum merupakan
bentuk organisasi yang menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lain. Hubungan itu dapat dilakukan, baik secara sewaktu-waktu atau
pun secara diupayakan. Pada cara yang pertama, hubungan antara mata
pelajaran-mata pelajaran terjadi secara kebetulan. Jika suatu materi pembelajaran
kebetulan mempunyai pertalian dengan pelajaran lain. Sebagai contoh dalam
pelajaran sejarah, kalau kebetulan materi pembelajaran yang diajarkan mempunyai
hubungan dengan geografi, dilakukan korelasi.
Demikian pula sebaliknya. Cara
kedua, hubungan di lakukan dengan cara membahas satu pokok permasalahan dengan
dipelajari dalam berbagai mata pelajaran.
Broadfield merupakan bentuk organisasi kurikulum yang dibuat dengan melebur mata pelajaran-mata pelajaran sejenis ke dalam satu mata pelajaran. Batas-batas antara mata pelajaran yang dilebur itu menjadi kabur. Bahkan jenis matapelajaran peleburan mempunyai namayang lain dari nama mata pelajaran asalnya.
Broadfield merupakan bentuk organisasi kurikulum yang dibuat dengan melebur mata pelajaran-mata pelajaran sejenis ke dalam satu mata pelajaran. Batas-batas antara mata pelajaran yang dilebur itu menjadi kabur. Bahkan jenis matapelajaran peleburan mempunyai namayang lain dari nama mata pelajaran asalnya.
Kita mengenal lima macam broad field
dalam kurikulum, yaitu:
·
Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies), peleburan dari
mata pelajaran-mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, hukum dan kewarganegaraan,
ekonomi, dan sejenis.
·
Bahasa (Language Arts), peleburan dari mata pelajaran-mata
pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, pengetahuan
bahasa.
·
Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences), peleburan dari
ilmu alam, ilmu hayat/ ilmu bumi, ilmu kimia, ilmu kesehatan.
·
Matematika, peleburan dad berhitung, aljabar, ilmu ukur
sudut, bidang dan ruang, serta statistika.
·
Kesenian, peleburan dari seni tari, seni suara, seni lukis,
seni pahat,dan seni drama.Kedua bentuk organisasi kurikulum ini mempunyai
berbagai keuntungan, yaitu:
a)
Korelasi memajukan integrasi pengetahuan pada siswa. Mereka
mendapat informasi mengenai suatu pokok tertentu tidak secara terpisah-pisah
dalam berbagai mata pelajaran dalam waktu yang berbeda-beda, akan tetapi dalam
satu mata pelajaran di mana pokok itu disoroti dan berbagai disiplin mata
pelajaran tertentu. Dengan demikian pengetahuan mereka tidak lepas-lepas, melainkan berpautan
dan berpadu.
b)
Minat siswa bertambah apabila ia melihat hubungan antara
mata pelajaran-mata pelajaran.
c)
Pengetahuan siswa tentang sesuatu hal lebih mendalam, jika
didapat penjelasan dan berbagai mata
pelajaran.
d) Korelasi memberikan pengertian lebih
luas karena diperoleh pandangan dari berbagai sudut dan tidak hanya dari satu
mata pelajaran.
e) Korelasi memungkinkan siswa
menggunakan pengetahuannya lebih fungsional. Mereka mendapat kesempatan
menggunakan pengetahuan dari berbagai mata pelajaran guna memecahkan masalah.
f)
Korelasi antara mata pelajaran lebih mengutamakan pengertian
dan prinsip-prinsip daripada pengetahuan dan fakta-fakta.
Di samping berbagai keunggulan,
terdapat pula berbagai kelemahan dari organisasi semacam ini. Kelemahan itu
terutama sekali oleh karena tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan
mendalam mengenai berbagai mata pelajaran, akibat luasnya ruang lingkup dari
mata pelajaran itu.
Juga dalam pelaksanaan banyak guru
yang masih mempunyai orientasi pada mata pelajaran atau disiplin ilmu.
Mengingat latar belakang pendidikan mereka pada umumnya masih terkotak-kotak
pada disiplin, sehingga merasa kesulitan menggunakan pendekatan
interdisipliner.
Kelemahan
lain adalah, oleh karena masih ada mata pelajaran meskipun diberikan dalam
bentuk korelasi atau fungsi, hal ini cenderung menyebabkan kurangnya minat.
Karena mata pelajaran-mata pelajaran itu tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan
masalah kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
Ø Kurikulum yang Berlandaskan pada
Proses Sosial dan Fungsi Kehidupan. Kurikulum yang berlandaskan pada proses
sosial dan fungsi kehidupan berisi materi-materi pembelajaran yang berhubungan
dengan kehidupan siswa sehari-hari. Kurikulum semacam ini dikenal juga dengan
life curriculum. Tujuannya adalah memberikan pengalaman belajar yang berarti
bagi siswa sesuai dengan apa yang dibutuhkan sehari-hari dalam kehidupan.
Jadi lebih menekankan pada proses
sosial, fungsi sosial, serta masalah-masalah kehidupan. Ide life curriculum
pada dasarnya bersumber dari pandangan Herbert Spencer (1860) tentang lima
kategori bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dijadikan tujuan pendidikan, yaitu:
a.
Self preservation (pemeliharaan-keselamatan diri)
b.
Securing necessities of life (mengamankan kepentingan
kehidupan)
c.
Rearing and discriplining of offspring (memelihara
keturunan)
d.
Maintenance of proper social and political relations
(memelihara hubungan sosial dan politik)
e.
Miscelaneous activities which wake up the leasure part of
life, devoted to the gratification of the tastes and feeling (pemanfaatan waktu
senggang untuk kesenangan).
Atas dasar ide itu, kurikulum sepatutnya tidak
dimaksudkan untuk semata-mata membentuk intelek seperti dalam subject
curriculum. Tapi diarahkan agar siswa dapat mempelajari sesuatu yang berhubungan
dengan fungsi kehidupan. Menurut Marshal dan Goets, diantara manfaat dari life
curriculum adalah:
1)
life curriculum mengambil materi pembelajaran sekitar
masalah dan proses sosial atau segi-segi kehidupan. Dengan membuat klasifikasi
terhadap proses sosial atau segi kehidupan itu, organisasi materi pembelajaran
dapat lebih berarti. Karena menyiapkan unit-unit pengamalan yang lebih luas.
2)
memungkinkan digunakan latar belakang pengalarnan siswa yang
dapat menunjang belajar. Karena materi
pembelajarannya diorganisasi sekitar kehidupan siswa. Jadi pendekatan yang
digunakan adalah semacam laboratorium kehidupan sosial.
3)
data tentang kehidupan sosial setiap saat, dari berbagai
tempat dan kebudayaan, analisis kehidupan sosial dengan menggunakan berbagai
disiplin serta berbagai tujuan dan metode studi sosial memungkinkan dapat
digunakan dan diterapkan.
4)
oleh karena siswa dapat mempelajari berbagai kehidupan
sosial dari berbagai waktu, tempat dan budaya, memungkinkan dapat diperoleh
pengalaman yang luas.
5)
dengan bentuk kurikulurn ini dapat dimungkinkan
diciptakannya proses sosial sebagaimana diinginkan (social engineering).
Contoh bentuk life curriculum yang
diorganisasi sekitar proses kehidupan sebagaimana dirancang oleh Virginia State
Board of Education 1934. Program kurikulum yang dirancang adalah:
a) protecting life and health
b) getting a living
c) making a home
d) expressing religious impulses
e) satisfying the desire for beauty
f) securing education
g) cooperating in social and civic action
h) engaging in reaction
i) improving material condition.
(Taba, 1962:198).
Banyak
bentuk rancangan kurikulum yang bersumber dari kehidupan yang sudah dibuat.
Stratemeyer, Forkner dan Mc. Kim merumuskan ruang lingkup dan urutan materi secara
lebih terpeninci lagi. Rumusan yang dibuat mengkombinasikan konsep-konsep
kegiatan umum, kebutuhan dan situasi kehidupan dengan kesadaran siswa sebagai
faktor dalam desain kurikulum.
Urutan kegiatan didasarkan pada
lingkungan geografis, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan
dunia. Juga dibuat urutan berdasarkan jenjang pengertian, dari pengertian
tentang pengalaman yang segera sampai kepada pengertian luas. Dengan demikian
semua topik dan sub topik disusun mengacu kepada dasar tersebut.
Kesulitan yang dihadapi dalam
mengembangkan kurikulum ini terutama pada hal-hal sebagai berikut:
1) dalam pelaksanaan, menemukan
hubungan antara materi kurikulum dengan fungsi kehidupan yang dikehendaki hanya
sedikit dapat tercapai.
2) menyusun kurikulum dengan skema
didasarican dari kehidupan lebih sulit dibandingkan dengan mengorganisasi
materi pembelajaran berpusat pada mata pelajaran.
3) sering kali terjadi kegagalan dalam
mengintegrasikan pengalaman-pengalaman
belajar sesuai dengan tujuan utama dari bentuk life curriculum.
Ø Kurikulum yang berpusat pada kegiatan
atau pengalaman kurikulum berpusat pada kegiatan (activity curriculum) dikenal
juga dengan experience curriculum (kurikulum berpusat pada pengalaman). Jenis
kurikulum ini berupaya mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat pada subject
curriculum.
Pada subject curriculum kegiatan
siswa lebih banyak menerima pelajaran (passive). Oleh karena itu dianjurkan
untuk mengikuti prinsip belajar yang menekankan pada aktivitas siswa. Disamping
itu, pada subject curriculum, isi atau materi pembelajaran merupakan hasil
pengalaman di masa lampau.
Tidak memperhatikan pengalaman yang
nyata dihadapi siswa. Oleh karena itu untuk mengurangi kelemahan ini dianjurkan
agar kurikulum disusun berdasarkan pengalaman siswa atau experience curriculum rasional,
penggunaan bentuk kurikulum ini adalah:
a. Belajar dapat terjadi dengan proses
mengalami. Hanya belajar yang berhubungan dengan kegiatan dan pengalaman dapat
menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Siswa dapat belajar dengan balk
jika dia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan
real atau minatnya.
b. Belajar merupakan transaksi aktif.
Untuk belajar berfikir logis, seseorang tidak hanya menggunakan argumentasi
logis, atau menguasai suatu mated pembelajaran yang disusun secara logis.
Melainkan perlu melakukan kegiatan yang bersifat aktif.
c. Belajar secara aktif memerlukan
kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan
memenuhi kebutuhan pribadinya.
d. Belajar terjadi melalui proses
mengatasi hambatan (masalah) sehingga mencapai pemecahan atau tujuan.
e. Hanya dengan melalui penyodoran
masalah memungkinkan diaktifkannya motivasi dan upaya, sehingga siswa
berpengalaman dengan kegiatan yang bertujuan.
Salah satu ciri essensial dari
activity curriculum adalah siswa didorong untuk berani menggunakan metode
pemecahan masalah, dan menyusun sendiri tugas-tugasnya. Keterampilan dan
pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Semua mata pelajaran
digunakan sesuai dengan keperluan pada penyelesaian tugas. Oleh karena itu
secara teoritis kurikulum ini berpusat pada minat siswa; menerobos batas mata
pelajaran¬mata pelajaran, menyediakan dinamika belajar dan mempertemukan tujuan
belajar dengan penerapannya dalam kenyataan kehidupan. Pelaksanaan kurikulum
dilakukan dengan menggunakan metode proyek.
Dalam hal ini siswa diberi
kesempatan untuk merencanakan dan melakukan atau melaksanakan proyek kegiatan,
sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Seperti proyek pertukangan kayu, pekerjaan
tangan, memahat dan sebagainya. Killpatrick (1918) membagi proyek-proyek yang
dapat dilaksanakan sebagai berikut:
1) proyek permainan seperti menari atau
drama.
2) proyek ekskursi seperti karya wisata
ke tempat-tempat bersejarah, kebun biologi,
atau sejenisnya.
3) proyek cerita seperti membaca
cerita, mendengarkan cerita.
4) proyek pekerjaan tangan seperti
membuat prakarya. Menurut Hilda Taba,
kurikulum semacam ini cocok terutama untuk dilaksanakan di tingkat
Sekolah Dasar.
Bahkan
berdasarkan kenyataan, ternyata bentuk ini tidak pernah mendapat popularitas.
Dalam perkembangan kurikulum ini selanjutnyapengalaman langsung dan minat
spontan lebih-lebih digunakan sebagai bantuan dalam proses belajar. Bukan
sebagai pokok untuk menyusun unit.
Ø Minat siswa lebih banyak ditentukan
berdasarkan studi, pengalaman atau penelitian. Kurikulum Inti atau Core
Curriculum Bentuk kurikulum ini bertujuan mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan
siswa dan meningkatkan keaktifan belajar serta hubungan antara kehidupan dan
belajar.
Istilah "core" atau intl
itu sendiri digunakan dalam konteks yang berbeda-beda. Harold Alberty (1953)
dalam Designing Programmes to Meet Common need of Youth, menggambarkna enam
macam desain program sebagai core, yaitu:
1) core yang terdiri dari sejumlah mata
pelajaran yang masing-masing dapat diajarkan secara bebas. Diajarkan tanpa
sistematika tertentu untuk mempertunjukkan hubungan antara masing-maaing
pelajaran itu.
2) core yang terdiri dari sejumlah
pelajaran yang dihubungkan antara satu dengan
yang lain.
3) core yang terdiri dari masalah luas,
unit kerja, atau tema-tema yang disatukan yang dipilih oleh karena menghasilkan
arti mengajar secara efektif rentang isi pelajaran tertentu. Pelajaran itu
masih mempunyai ciri, tetapi isinya dipilih dan diajarkan mengacu kepada unit,
masalah atau tema. Contoh tema: Hidup di dalam masyarakat, diajarkan dalam mata
pelajaran-mata pelajaran IPS, IPA, dan sebagainya.
4) core yang terdiri dari sejumlah
matapelajaran yang difusikan (dilebur).
5) core yang terdiri dari masalah luas
yang dapat memberi memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial, masalah dan minat
siswa.
6) core yang terdiri dari unit kerja
atau unit kegiatan yang luas yang direncanakan guru dan siswa bersama-sama
sesuai dengan kebutuhan kelompok. Dalam hal ini tidak ada struktur kurikulum
yang mendasar. Dan contoh yang dikemukakan Alberty, ternyata nomor a s.d. c
menunjukkan kepada arti core dalam bentuk pendidikan umum.
Sedangkan nomor d s.d. f
menggambarkan arti core yang mirip dengan kurikulum yang terintegrasi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa core curriculum pada dasarnya bukan semacam
organisasi kurikulum, melainkan suatu cara dalam melaksanakan kurikulum.
BAB III
KESIMPULAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Dr. Wina Sanjaya M.Pd,
kurikulum yaitu sebagai pengalaman belajar mengandung makna bahwa kurikulum
adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik diluar maupun di dalam
sekolah asal kegiatan tersebut berasa di bawah tanggung jawab guru (sekolah).
Beberapa peran dan fungsi dalam
kurikulum, diantaranya :
·
Peran Kurikulum :
1. Peran
konservatif,
melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu.
2. Peran
Kreatif, mengandung
hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap
potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial
yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
3. Peran
kritis dan evaluatif, menyeleksi
nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan dan nilai budaya mana yang harus
diubah anak didik.
·
Fungsi Kurikulum :
Dilihat
dari cakupan, tujuan, dan isi, kurikulum mempunyai 4 fungsi yaitu :
1. Fungsi
pendidikan umum,
untuk mempersiapkan anak didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab
2. Fungsi
suplementasi,
memberikan pelayanan terhadap semua perbedaan kemampuan, minat, dan bakat
siswa.
3. Fungsi
eksplorasi,
menemukan dan mengembangakan minat dan bakat siswa
4. Fungsi
keahlian,
mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan keahlian yang didasarkan pada minat
dan bakat siswa.
Beberapa
landasan pengembangan kurikulum :
·
Landasan Filosofis Kurikulum
·
Landasan Psikologis
·
Landasan Sosial-Budaya
·
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
·
Landasan Historis
·
Landasan Yuridis
Beberapa Pengorganisasian Kurikulum
:
·
Mata pelajaran-mata pelajaran disusun sedemikian rupa secara
logis dan sistematis.
·
Correlated curriculum merupakan bentuk organisasi yang
menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain.
·
Kurikulum yang Berlandaskan pada Proses Sosial dan Fungsi
Kehidupan.
·
Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman
kurikulum berpusat pada kegiatan (activity curriculum) dikenal juga dengan
experience curriculum (kurikulum berpusat pada pengalaman).
·
Kurikulum Inti atau Core Curriculum Bentuk kurikulum ini
bertujuan mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan
keaktifan belajar serta hubungan antara kehidupan dan belajar.
DAFTAR SUMBER
Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi
dan Kurikulum Modul 1 – 6. Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum
di Sekolah. Bandung : Sinar Baru Algerindo.
Undang-Undang Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem
Pendidikan Nasional.
Website :
http://us.geocities.com/gpibimmanueldepok/Kur_BPK_PT.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
I just learn to be great